Jumat, Mei 27, 2011

Tukak Peptik

DEFINISI
Penyakit tukak peptic (peptic ulcer disease, PUD) secara anatomis didefinisikan sebagai suatu defek mukosa/ submukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa dan lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Sedangkan secara klinis, suatu tukak adalah hilangnya epitel superficial atau lapisan lebih dalam dengan diameter ≥ 5mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis.

Tukak bisa terjadi di esofagus, gaster dan duodenum.

EPIDEMIOLOGI
Resiko terjadinya tukak peptik meningkat seiring bertambahnya usia.
Pria lebih sering terkena daripada wanita (2:1)
H. pylori teridentifikasi 95% pada tukak duodenum dan 30-80% pada tukak lambung.
RS.Pendidikan di Makassar, dari pemeriksaan endoskopik terhadap 1615 pasien dengan dispepsia kronik tukak duodenum 14 %, tukak duodenum + tukak lambung 5% ; umur terbanyak antara 45 – 65 tahun.
Medan  20,01%

ETIOLOGI
Beberapa penyebab :
Infeksi Helicobacter pylori (HP)
Penggunaan NSAID
Hipersekresi Asam Lambung
Stress fisiologis berat

Faktor resiko :
Usia lanjut
Riwayat tukak peptik sebelumnya
Merokok, alkohol, kafein
penggunaan ulcerogenic medications  (seperti kortikosteroid) atau antikoagulan
Sindrom Zollinger Edison

PATOGENESIS
Schwarst 1910 : “No Acid No Ulcer”
Sel parietal (oxyntic) mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik (zymogen) mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl diubah menjadi pepsin. Keduanya faktor agresif terutama pepsin dengan mileu pH < 4 sangat agresif untuk merusak mukosa lambung. Konjetzny 1924 : “Ulcus does not develop in healthy mucosa” Tukak akibat gangguan keseimbangan faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dengan faktor defensif/mukosa barier (mukus, bicarbonat)  gangguan integritas mukosa lambung. Shay and Sun “Balance theory” 1974 : Tukak terjadi bila terjadi gangguan keseimbangan antara factor agresif (asam & pepsin) dengan defensive (bikarbonat, mucus, aliran darah, prostaglandin). Bisa factor agresif yang meningkat atau factor defensive menurun. Warren & Marshall 1983 (Perth, Australia ) : “ No HP No Ulcer” 1983 : * Memproduksi toksik → local tissue injury * Menginduksi respon imun lokal pada mukosa  terjadi kegagalan respon inflamasi dan reaksi imun untuk mengeliminasi bakteri ini * Meningkatkan level gastrin → meningkatkan sekresi asam. DIAGNOSIS
GEJALA KLINIS
Kadang asimptomatis
Sekitar 90%  nyeri pada epigastrium, seperti terbakar disertai mual, muntah, perut kembung.
Dapat juga terjadi komplikasi akut pada saluran cerna bagian atas.
Penurunan berat badan disertai anoreksia.
Pada tukak duodeni (HPFR = hunger pain food relief) rasa sakit pada 75 % pasien bisa membangunkan pasien tengah malam. Sedangkan rasa sakit tukak lambung timbul setelah makan. Lokasi nyeri yang ditimbulkan tukak lambung sebelah kiri sedangkan tukak deuodenum sebelah kanan garis tengan abdomen. Rasa sakit bermula pada satu titik ( pointing sign) dan akhirnya difus menjalar ke punggung.

Gejala-gejala tukak duodenum memiliki periode remisi dan eksaserbasi, menjadi tenang bermingu-minggu, berbulan-bulan dan kemudian terjadi eksaserbasi beberapa minggu merupakan gejala khas.
Nyeri muncul tiba-tiba dan menjalar ke punggung  waspadaiadanya penetrasi ke pancreas,
Nyeri yang muncul dan menetap mengenai seluruh perut  curigai suatu perforasi.
Gejala mual dan muntah timbul perlahan dan menetap  obstruksi pada outlet (GGO)
Adanya melena harus  waspadai suatu perdarahan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji laboratorium dapat mendukung diagnosis tukak peptik. Pengujian ini antara lain studi sekresi asam lambung, konsentrasi gastrin serum puasa, nilai hematokrit dan hemoglobin (umumnya rendah).

1. Pemeriksaan Radiologi.
Barium Meal Kontras Ganda dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis tukak peptik → berupa kawah, batas jelas disertai lipatan mukosa teratur dari pinggiran tukak dan niche. Filling defect curiga ganas → tepi tukak tidak teratur.
2. Pemeriksaan Endoskopi
Berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur,mukosa licin dan normal disertai lipatan yang teratur yang keluar dari pinggiran tukak.Gambaran tukak akibat keganasan adalah : Boorman-I/polipoid, B-II/ulcerative, B-III/infiltrative, B-IV/linitis plastika (scirrhus). Dianjurkan untuk biopsi & endoskopi ulang 8-12 minggu setelah terapi eradikasi.
Keunggulan endoskopi dibanding radiologi adalah : dapat mendeteksi lesi kecil diameter < 0,5 cm, dapat melihat lesi yang tertutupi darah dengan penyemprotan air,dapat memastikan suatu tukak ganas atau jinak, dapat menentukan adanya kuman H.Pylori sebagai penyebab tukak. 3. Invasive Test : Rapid Urea Test : Tes kemampuan H.pylori untuk menghidrolisis urea. Enzim urea katalase menguraikan urea menjadi amonia bikarbonat,membuat suasana menjadi basa,yang diukur dengan indikator pH. Spesimen biopsi dari mukosa lambung diletakkan pada tempat yang berisi cairan atau medium padat yang mengandung urea dan pH indikator, jika terdapat H.Pylori pada spesimen tersebut maka akan diubah menjadi ammonia,terjadi perubahan pH dan perubahan warna. Histologi: Biopsi diambil dari pinggiran dan dasar tukak min.4 sampel untuk 2 kuadran, bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran dari dasar,pinggir dan sekitar tukak (min. 6 sampel). Kultur : Untuk kultur tidak biasa dilakukan pada pemeriksaan rutin 4. Non Invasive Test. Urea Breath Test: Mendeteksi adanya infeksi H.pylori dengan keberadaan urea yang dihasilkan H.pylori, labeled karbondioksida (isotop berat,C-13,C-14) produksi dalam perut,diabsorpsi dalam pembuluh darah,menyebar dalam paru-paru dan akhirnya dikeluarkan lewat pernapasan. Stool antigen test : Test ini juga mengidentifikasi adanya infeksi H.Pylori melalui mendeteksi keadaan antigen H.Pylori dalam faeces. PENATALAKSANAAN
NON FARMAKOLOGI
Pengaturan pola makan dan pola hidup
Menghindari merokok
Pembedahan

FARMAKOLOGI
Antasida
Antagonis Reseptor H2 (H2RA – H2 Reseptor Antagonist) simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin
Penghambat pompa Proton (PPI – Proton Pump Inhibitor) omeprazol, lansoprazol, pantoprazol, rabeprazol, dan esomeprazol.
Analog Prostaglandin  Misoprostol
Sitoprotektif  Sucralfat 
Antimuskarinik  Pirenzepin
Antibiotik Amoksisilin,tetrasiklin, klaritomisin, metronidazol

Tujuan Eradikasi H.Pylori  mengurangi keluhan, penyembuhan tukak dan mencegah kekambuhan.
Terapi dual antara PPI/ARH2 + 1 antibiotik  efek eradikasi minimal dan cepat menimbulkan resisten kuman
Terapi triple,yang banyak digunakan saat ini adalah :
PPI 2 x1 + Amoksisilin 2 x 1000 + Klaritromisin 2 x 500 (regimen terbaik )
PPI 2 x 1 + Metronidazol 3 x 500 + Klaritromisin 2x 500 (jika alergi penisilin)
PPI 2 x 1 + Metronidazol 3 x 500 + Amoksisilin 2 x 1000
PPI 2×1+ Metro 3×500+Tetrasiklin4x500(if alergi amok & Klaritromisin)
Lama pengobatan eradikasi H.Pylori adalah 2 minggu,untuk kesembuhan tukak,bisa dilanjutkan pemberian PPI selama 3 – 4 minggu lagi.
Terapi Kuadrupel; jika gagal dengan terapi triple maka dianjurkan dengan terapi kuadrupel yaitu PPI 2 x sehari,Bismuth subsalisilat 4 x 2 tab,MNZ 4 x 250 mg,Tetrasiklin 4 x 500 mg.
Pada resistensi dapat dianjurkan PPI,Amoksisilin,dan Rifabutin selama 10 hari.
Pada tukak refrakter bisa sembuh bila dosis PPI ditingkatkan/dosis ganda Omeprazol 40 mg,lansoprazole 60 mg,bila gagal maka dilakukan operasi elektif.

KOMPLIKASI
Bisa terjadi Perdarahan, perforasi, obstruksi, dan penetrasi.

PROGNOSIS
Apabila penyebab yang mendasari dari tukak peptik ini diatasi maka akan memberikan prognosa yang bagus.Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi untuk infeksi H.Pylori,menghindari  OAINS dan meminum obat antisekretorus pada lambung.